Alhamdulillah dimuat lagi ke3 kalinya di Koran Jakarta, Rabu 9 Oktober 2013 :
Sumber Info : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/130674
Tak semua perempuan di dunia ini beruntung bisa mendapat pendidikan sesuai dengan minatnya, lalu bekerja nyaman dengan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Begitu juga dalam rumah tangga. Tak semua perempuan beruntung mampu membangun “biduk” yang mapan dan berjodoh orang yang baik dan bertanggung jawab.Banyak fakta dikisahkan dalam buku bersampul biru ini. Perempuan yang menekuni pekerjaan kasar dan kotor, bukanlah feminis yang menuntut kesetaraan hak dengan laki-laki.
Ada 15 kisah perempuan yang menginspirasi dalam buku tersebut. Banyak dari mereka yang harus menerjang kerasnya kehidupan di jalanan, panas teriknya matahari, dan juga situasi yang kurang ramah terhadap perempuan.
Seperti kisah mbak Menuk, perempuan 40 tahun ini harus membiayai 4 anaknya seorang diri semenjak bercerai. Tekanan biaya hiduplah yang memaksanya bekerja apa saja. Kerja di bengkel bubut pun oke. Menjadi sopir taksi juga boleh. Malah, dengan mengemudi taksi dia berpengalaman karena bertemu karakter penumpang yang bermacam-macam. Bahkan, dia juga harus berhadapan dengan preman.
Untuk menjaga diri, mbak Menuk menaruh kunci roda dan pisau cutter di dekatnya. Dia harus melindungi diri jika ada penumpang macam-macam seperti berani pegang-pegang. “Kalau sudah dibilangin baik-baik tapi masih ngeyel, ya saya suruh turun. Jika masih ngeyel juga, maka kunci roda bisa bicara,” cerita mbak Menuk saat ditanya caranya menjaga diri menghadapi bahaya, (halaman 81).
Ada juga kisah seorang perempuan yang setia membantu pekerjaan suami. Perempuan itu bernama Muzayyanah. Bersama suaminya, dia bahu-membahu menjadi pembersih kotoran ayam negeri setiap kali selesai panen. Para peternaknya sendiri tak mau melakukannya karena baunya yang sangat menyengat.
Setiap kotoran diambil dengan sekop, baunya menjadi berkali lipat. Yang tak biasa dengan bau tajam itu pasti mual dan muntah. Ya, pasangan suami-istri itu mendapat julukan “spesialis tahi”, (halaman 31). Nama itu tak sedap didengar, namun lebih baik daripada dijuluki sampah masyarakat.
Perempuan yang ditorehkan kisahnya dalam buku ini sungguh luar biasa. Mereka memberikan inspirasi bertahan hidup dengan penuh harga diri. Seolah mereka mampu berkata bahwa,“Hidup tak berpihak pada yang merangkak. Hidup mendukung setiap manusia yang mau berdiri di kedua kaki besinya dan bekerja dengan kedua tangan bajanya”, (halaman 83).
Bagi mereka, bekerja adalah kewajiban menyambung hidup untuk menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anak. Mbok Cam, seorang penjual es campur di sebuah sudut Kota Surabaya, berprinsip bekerja itu titah Tuhan. Itu jawaban saat ditanyakan buat apa susah-susah berjualan es campur, padahal anak-anaknya sudah bekerja dan mapan. Bekerja bukan hanya untuk mencari uang, namun juga ekspresi diri.
Kisah lainnya dalam buku ini bisa mewakili semangat perjuangan untuk tak menyerah kepada keadaan. Dalam keterbatasan ekonomi dan pendidikan, mereka bertahan di jalanan dengan harga diri dan keyakinan bahwa peluhnya tak akan sia-sia.
Diresensi Aris Sayyidatul Ilmi, lulusan Madrasah Almujibiyyah, Ponpes Langitan Widang, Tuban, Jatim
Judul : Wonder Women, Pemulung, Tukang Sayur, dan Sopir Taksi Itu Adalah Ibuku
Penulis : Tias Tatanka
Penerbit : Glitzy Book Publishing
Genre : Antologi Kisah Nyata Inspiratif
Terbit : 2013
Tebal : 115 Halaman.
ISBN : 978-979-22-9433-0
Begitulah kehidupan, banyak sekali guru di sana. Hanya saja terkadang kita tidak terlalu peka terhadap semua itu.
BalasHapus