Judul Buku : Negeri 5 Menara
Penulis : A Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Genre : Novel Inspiratif
Jumlah halaman : 422 Halaman.
Terbit : Cetakan Pertama juli 2009
ISBN : 978-979-22-4861-6
---------------------------------------
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan.
jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang.
Singa tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa.
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran.
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam.
Tentu manusia bosan dan enggan memandang.
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang.
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa.
Jika ia di dalam hutan.
------------
Kata mutiara yang mengawali buku A Fuadi ini konon adalah gubahan Imam Syafi'i. Indah dan dalam sekali maknanya. Sebagai penyemangatan agar seorang anak berani untuk menuntut ilmu di pesantren, jauh dari orang tua, dan memkasakan diri belajar menjadi mandiri.
Kisah dalam novel yang termasuk tebal ini menceritakan tentang santri pondok modern Gontor. Alif, seorang anak yang berasal daru sumatra, daerah asal Ulama kharismatik Buya Hamka. Sebenarnya ia bercita-cita ingin seperti habibie, ahli tekhnologi, namun ibunya ingin dia menjadi seperti Buya Hamka.
Maka setengah terpaksa Alif berangkat dan tertatih-tatih beradaptasi. Digambarkan alur keseharian Alif di pesantren begitu detail dan deskripsi setting yang bagus sekali (Karena penulis asli pernah tinggal disana pasti sudah hafal dan menjiwai betul segala sudut tempat yang amat disayanginya ya..^^). Lambat laun Alif merasakan manisnya kehidupan Pesantren. Semangatnya bangkit saat menerima lecutan motivasi lewat kata 'Man jadda wajada'.
Di pesantren itu juga Alif menemukan sahabat-sahabat yang baik dari berbagai daerah. seringkali setiap senja mereka bermain di bawah menara masjid sembari menunggu maghrib. Menatap awan berarak ke ufuk. Awan-awan itu -menurut mereka- menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Dan Tuhan sungguh maha mendengar, saya memang bisa menebak alur cerita akan melaju kemana. pasti cita-cita dan impian mereka tercapai karena perjuangan dan doa. Namun dengan gaya penulisan yang renyah, penggambaran keseharian pesantren yang tak membosankan, anggun sekali kalau cerita yang dideskripsikan sebanyak itu menjadi tetep menarik dibaca, dan teus diikuti hingga endingnya (yang sudah dapat ditebak tadi)
Ada selingan humor ala sesama santri yang khas, kisah menegangkan tentang adegan penagkapan pencuri, juga kisah romansa belia yang juga menerobos bilik-bilik pesantren. Romansa yang tetap terasa legitnya meski kisahnya hanya sekedar curi-curi pandang jendela komplek putri atau perasaan bangga membumbung ke awan karena berhasil menyapa santri putri, anak ustadz yang yang jadi idola.
Membaca buku ini seolah mengajak mengenang memori saat dulu saya juga menjadi santri, namun bagi anda yang belum pernah nyantri, buku ini bisa menjadi tempat anad mengintip ada apa saja dibalik dinding pesantren yang seolah disekat rapat dengan pagar yang tinggi.
***
aku sudah baca. tapi aku masih penasaran mba ceritanya mereka sampe jadi orang-orang besar seperti ituh
BalasHapusiya penasaran sekuel lanjutannya.. tp belum punya bukunya hehe..
BalasHapus