Jumat, 06 Desember 2013

Sibodoh yang Sangat Cerdas


Judul Buku : Oda Nobunaga, Sang Penakluk dari Owari.
Penulis  : Sohachi Yamaoka
Penerjemah : Ribeka Ota
Penerbit   : Khansa Publishing, Leading of Japanese Books.
Terbit   : Cetakan I Juni 2013
Jumlah Halaman : 465 Halaman
ISBN   : 978-602-17981-1-5
------


Membaca sastra terjemahan tentang Jepang, seperti diajak pada petualangan yang memcu adrenalin. Kepiawaian penulis menggambarkan keadaan Jepang pada zaman peperangan terasa mencekam, namun sesekali dihangatkan dengan kisah romansa percintaan antar tokohnya.

Pemuda 15 tahun, Oda Obunaga adalah seorang putra mahkota dari negeri Owari. Negeri yang dikuasai oleh klan terpandang yang dipimpin Nobuhide.

Nobunaga baru saja melewati upacara kedewasaan selayaknya laki-laki Jepang pada masa itu saat dijodohkan dengan putri Noh yang berusia 18 tahun. Seorang putri yang terkenal kecantikan dan kecerdasannya, anak dari penguasa negeri Mino, Mamushi Dosan.

Perjodohan yang didasarkan kepada kepentingan politik. Muslihat agar dua negeri itu tidak saling menyerang. Mamushi Dosan memberikan putri cerdiknya bukan tanpa maksud strategi perluasan kekuasaan.

Sudah banyak di ketahui khalayak bahwa putra mahkota Owari itu dijuluki si bodoh besar. Karena tingkah lakunya selalu aneh di luar kebiasaan orang kebanyakan. Dalam kelakuan maupun penampilan.  Obunaga tak pernah memakai kimono berlengan sempit (yang biasa dipakai sebagai baju dalam) hanya memakai kimono luar yang berlengan lebar hingga dada sampai perutnya selalu kelihatan. Tatanan rambutnya juga tak pernah tergelung rapi. Selalu dibiarkan terikat asal-asalan membentuk wujud seperti pengaduk teh. Keseluruhan penampilan Obunaga bagi para bangsawan klan manapun dianggap memalukan dan tak tahu sopan santun.

Putri Noh merangkap misi sebagai mata-mata suruhan ayahnya. Saat nobunaga lengah dia harus tega menikam dan membunuh suaminya itu.

Namun siapa sangka, Nobunaga yang suka ngupil sembarangan dan meminta Putri Noh membersihkan jari telunjuknya itu malah membuat istrinya terpesona dan melupakan tugas sebagai mata-mata. Namun putri noh sebelum berangkat ke Owari sudah membuat perjanjian dengan sang ayah. Kelak jika di tengah pernikahan ia bisa jatuh cinta pada si bodoh besar itu maka keadaan harus direlakan menjadi terbalik. Ia akan menjadi pendukung Nobunaga jika ingin menyerang dan menguasai Mini serta menghabisi sang ayah. Mamushi Dosan.


Nobunaga dengan sikap anehnya itu menjadikan ia tak begitu direstui menjadi penerus Nobuhide. Petinggi-petinggi klan Owari lebih menyukai Kenjuro adiknya untuk memimpin klan. Intrik-intrik Politik ternyata sudah dapat dikuasai dengan bagus oleh Nobunaga yang nampak bodoh itu. Bersama putri Noh dia banyak membuat tak tik mendepak lawan-lawan pilitiknya tanpa mencederai. Cerdik sekali, sebenarnya Nobunaga bukannya bodoh tapi jarang-jarang ada orang yang dapat menebak isi pikirannya, tak tik dan kemauannya, hanya putri Noh yang sedikit bisa faham dan bisa membaca jalan fikiran suaminya. Bahkan Obunaga dapat menguasai  Negeri Mino tanpa harus membunuh mertuanya sendiri, malah dia berhasil menjadikan Mamushi Dosan sebagai pendukungnya untuk memperkuat pasukan.

Membaca novel ini, saya jadi mengetahui fakta-fakta menarik tentang budaya jepang. Terutama tentang Harakiri yang terkenal itu. Bahwa harga diri bagi orang jepang itu adalah segalanya, memberikan kesempatan pada musuh yang kalah untuk bunuh diri secara terhormat itu dianggap kebaikan peperangan. Hmmm... nyuruh orang bunuh diri dikatakan baik? Wew..  ngeriii tapi tulah faktanya budaya mereka. Bunuh diri dan membunuh seolah menjadi hal yang lumrah pada zaman itu sebagai pengukuhan sebentuk harga diri atau pengabdian. Mencekam sekali saat membaca pada bagian seorang penguasa daerah yang tak ragu menebas leher anak perempuannya yang ketahuan selingkuh dengan pembantu. Anak perempuan sekaligus selingkuhannya dibunuh demi harga diri di hadapan atasan yang disegani penguasa tersebut.

Bunuh diri ala jepang disebutkan dalam novel ini adalah seppuku (menurut wikipedia, seppuku ternyata sama maknanya dengan harakiri) Cara bunuh diri dengan cara merobek perut dan mengeluarkan ususnya (hiii serem) yang dilakukan Masahide, orang tua pengasuh Nobunaga. Hanya dengan tujuan agar nasehatnya didengar oleh Nobunaga, agar Nobunaga mau merubah penampilan dan tingkah laku agar para petinggi klan tidak terus-terusan membencinya.

Sementara kisah cinta Nobunaga dan putri Noh diceritakan secara manis dan agak menggelikan.  Mengimbangi rasa mencekam membaca liku-liku intrik politik dan taktik perluasan kekuasaan. Betapa sastrawan jepang itu juga sangat elegan dalam menggambarkan hubungan intim. Tidak menggunakan bahasa-bahasa yang membuat pembacanya panas dingin. Namun menggunakan kiasan sastra yang indah sekali. Seperti ucapan rayuan Nobuhide (ayahnya Nobunaga) kepada Nyonya Iwamuro, selir muda yang berumur 16 tahun. “Oh nyona Muro, aku sudah mengantuk, petang musim semi seharga 1000batang emas. Aku ingin melegakan kaki tanganku dengan santai di dadamu, ayo masuklah ke tempat tidur”. Kenyamanan di jepang biasa dianalogikan dengan 1000batangan emas.

Sepak terjang Nobunaga tetap saja tak berubah meski demi Masahide ia sudah mau merubah penampilan selayak bangsawan. Ia tetap seseorang yang anti mainstrem (kalo diistilahkan anak jaman sekarang) suka melakukan sesuatu diluar kebiasaan, selalu seperti teka teki yang susah ditebak. Namun yang pasti ia bercita-cita untuk mempersatukan jepang di bawah kekuasaanya. Cita-cita yang membuat Putri Noh terkagum-kagum namun juga terhempas dalam kebimbangan ketika suaminya menyatakan akan mengambil selir demi sebuah tak tik politik, salah satu jalan meraih cita-citanya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari bersilaturrahmi dan berbagi informasi dengan meninggalkan komentar disini. Kami lebih menyukai komentar yang santun dan sesuai dengan konten isi postingan yaaa.. ^^