Resensi saya yang pernah dimuat di Website Dakwatuna.com :
Judul : Rumah Surga yang dirindu Wanita.
Penulis :
Jazimah Almuhyi
Penerbit : Pro U
Media
Jumlah halaman :
188.
Cetakan I : 2012
ISBN : 979-1273-94-4
-------------------------------------------------------
Ketika
isu kesetaraan gender dikumandangkan. Banyak tokoh yang menyuarakan agar
perempuan menjadi berani berpendapat untuk jangan hanya menjadi konco
wingking, untuk tidak ‘hanya’ berkutat di wilayah dapur, sumur dan kasur
saja. Menyuarakan agar para perempuan juga harus berkiprah di publik. Sebuah
tema yang kesannya ingin mengangkat derajat kaum perempuan, namun secara
bersamaan juga sangat berpotensi menenggelamkan rasa percaya diri perempuan
yang ingin berkiprah sebagai ibu rumah tangga sepenuhnya. Perempuan yang
sebelumnya merasa ‘baik-baik saja’ menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga full
tanpa karier di luar atau pekerjaan rumahan yang menghasilkan sesuatu bernama
uang atas nama finansial.
Fenomena
itulah yang menjadikan spirit bagi Jazimah Almuhyi (seorang penulis sekaligus
ibu rumah tangga) untuk menulis buku ini. Yang inti dari keseluruhan isinya
adalah mengajak para ibu untuk kembali ke rumah, kembali pada fitrah dan
kodratnya sebagai pengasuh dan pendidik putra-putrinya sejak dini. Selain itu
juga mengajak para ibu yang semula merasa baik-baik saja ‘hanya’ berada di
rumah, melayani suami dan anak dan mengurus rumah tangga namun mendadak harus
merasa tak berharga dan runtuh percaya diri karena jargon-jargon yang
diteriakkan oleh mereka yang menyatakan sebagai pembela hak asasi perempuan.
Buku ini mengajak mereka untuk bangkit, kembali tersenyum penuh semangat dan
percaya diri.
Sungguh
bukan perkara mudah bagi wanita karier yang sudah mempunyai pekerjaan bagus,
gaji yang cukup dan ritme kerja yang sesuai dengan minat dan bakatnya untuk
meninggalkan semua itu, kemudian hanya fokus mengasuh anak dan keluarga. Anak
merupakan titipan Tuhan YME yang selalu diharapkan dan dinanti-nantikan oleh
setiap pasangan yang meniti jenjang pernikahan.
Sering
terjadi dan terlihat di sekitar kita sebuah fenomena ‘menitipkan titipan’
manakala sang ibu harus bekerja. Adakalanya menitipkan anak kepada orang tua,
kerabat atau pengasuh anak. Naluri keibuan yang sebenarnya tidak tega dan
merasa bersalah terkadang harus dipaksa untuk belajar tega demi tuntutan
pekerjaan. Menurut penulis, adalah hal yang aneh ketika perempuan harus belajar
untuk tega, menguatkan diri melawan naluri kasih sayangnya kepada anak demi
karier yang sebenarnya bukan kewajibannya.
Dan
logika paling fakta yang dituturkan penulis adalah : orang yang dititipi
titipan itu kadang kala tidak lebih terdidik dari ibu si anak. Kalau pembantu
dan pengasuh anak pendidikannya lebih tinggi dan pengetahuannya tentang teori
pendidikan anak lebih baik maka dipastikan mereka tak memilih profesi sebagai
pembantu bukan?
Ibu
juga manusia, yang pastinya punya nurani yang pasti mengatakan ‘seharusnya saya
tidak meninggalkan anak-anak saya dari pagi hingga sore bersama orang lain’.
seringkali wanita karier yang mempunyai balita berkeluh kesah, ketika di tempat
kerja ingat rumah, namun ketika di rumah ingat pekerjaan. Sehingga diapun tidak
bisa fokus dan maksimal menghandle keduanya. Berkenaan dengan hal itu, pada
halaman 29 buku ini ada quote yang menarik untuk direnungkan : “Rasa bersalah
itu adalah suara nurani, dengarkanlah ia!!.. karena jika kerap tidak didengarkan
maka lama kelamaan ia akan berhenti bicara”.
Nah,
ketika para ibu sudah mendengar kata nuraninya. Terkadang masih saja ada
kendala untuk merealisasikan niat back to home. ada yang merasa tidak
nyaman bergantung kepada suami, ekonomi keluarga dirasa masih belum cukup,
menimbang rasa orang tua yang telah menyekolahkan mahal, dilarang suami resign,
sampai tanggung jawab dakwah. Dalam buku ini dibahas dengan argumentasi yang
berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung si penulis. Tentu saja juga
tinjuan secara syari’at yang diambil dari sumber-sumber yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Bahkan
penulis juga menyertakan sebuah rencana hebat. Terkesan muluk-muluk namun jika
dipikirkan dengan seksama ternyata semua itu masuk akal. Bahwa dengan kembali
fokus momong anak-anak kita sendiri di rumah sebenarnya para ibu juga punya
andil untuk merubah wajah bangsa ini yang semakin carut marut dikarenakan
banyaknya kemerosotan moral dan akhlak. Dengan didikan yang baik sepenuh waktu,
maka sangat mungkin anak-anak generasi mendatang bisa punya moral dan akhlak
lebih baik.
Beberapa
kisah nyata juga banyak dituturkan dalam buku ini. Kisah penulis sendiri maupun
orang-orang disekitarnya. Kesemuanya akan mengantar kita pada perenungan untuk
mendengarkan nurani sebagai ibu dan perempuan yang merindukan surga sebagai
tujuan akhir semua perjalanan.
Cocok
dibaca untuk para perempuan baik ibu rumah tangga maupun perempuan yang
menjalani karier sebagai bahan penyemangat agar tak mudah mengeluh dan juga
ajakan perenungan terhadap jalan hidup beserta segala konsekwensinya.
patut dibaca ya ...mencerahkan. dan manis sekali kalimat ini “Rasa bersalah itu adalah suara nurani, dengarkanlah ia!!.. karena jika kerap tidak didengarkan maka lama kelamaan ia akan berhenti bicara”.
BalasHapusiya, buku ini jd penguat sy kalau didera depresi bosan dirumah hehe..
Hapus