Senin, 13 Januari 2014

Mitos, Eksotisme dan Religiusitas Tanah Palembang.

Judul Buku : Yang Tersimpan di Sudut Hati
Penulis        : Ade Anita
Penerbit      : Quanta PT Elekmedia Komputindo
Genre          : Novel  Islami
Jumlah Halaman : 440 Halaman
Terbit          : Cetakan pertama 2013
ISBN           : 978-602-022-112-0
-------------------------------------------


Palembang, selain terkenal dengan sungai Musi dan jembatan Ampera-nya, ternyata memiliki hal-hal lain yang eksotis dan menarik untuk diketahui. Sebuah budaya yang turut memperkaya keragaman pelbagai sudut nusantara.

Seorang penulis asal Palembang menggambarkan semua itu dalam sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata seorang sahabat penanya. Dengan banyak deskripsi yang detail tentang lokalitas budaya Palembang.

Solasfiana dan keluarga tinggal di rumah panggung kakeknya, Nek Nang Bayumi. Menurut kebiasaan di Palembang, Rumah panggung ditinggali oleh beberapa kepala keluarga, masing-masing keluarga dipisahkan pada beberapa sekat yang tampak perbedaan tinggi lantainya. Semakin ke belakang bagian rumah akan semakin rendah lantainya. Dan biasanya urutan keluarga dari depan ke belakang diurutkan kepada urutan lahir dari sulung sampai bungsu atau urutan mana-mana keluarga yang paling banyak memberikan kontribusi nafkah ( yang paling kaya) kepada keluarga besar di rumah panggung itu sampai yang paling sedikit (miskin).

Keluarga Solasfiana merupakan keluarga yang menempati urutan paling belakang rumah panggung tersebut, tepatnya berada di sebelah dapur. Aslam, Ayah dari Solasfiana merupakan anak bungsu dari Nek Nang Bayumi yang dianggap paling ‘tidak jadi orang’ dibanding anak-anak Nek Nang Bayumi yang lain,
Aslam hanya berprofesi sebagai pemanjat kelapa. Sebelah matanya buta sejak lahir dan kakinya pun kecil sebelah. Sedangkan Mak Pinah, ibunya Solasfiana menerita lumpuh kaki semenjak melahirkan adik kembar, Ishafan dan Marsyapati. Meski lumpuh pekerjaan Mak Pinah setiap hari memasak untuk semua anggota keluarga di rumah panggung, semua anak cucu Nek Nang Bayumi.

Sebuah kecelakaan di Hutan menyebabkan kematian Aslam dengan begitu tragis. disusul kematian Nek Nang bayumi tak berselang lama setelah kematian anak bungsunya itu. Sepeninggal kedua orang itu mak Pinah dan anak-anaknya sering mendapat perlakukan tidak menyenangkan dari Wak Hasni, bibi tertua Solasfiana yang menggantikan Nek Nang Bayumi dalam menjadi kepala keluarga di rumah panggung mereka. Tak hanya itu, tetangga mereka juga banyak mencurigai keluarga Mak Pinah bermufakat dengan setan melalui ilmu hitam (santet) untuk mengumpulkan harta dan memperkaya diri. Sesuatu yang amat dianggap dosa bagi mayositas penduduk kampung di tepi suangi musi itu yang mayoritasnya muslim.

Warga dusun akhirnya mengusir mereka keluar dari dusun. Terlunta-lunta tanpa tujuan dan bekal memadai. Mereka berempat berkelana keluar masuk kampung dan hutan hingga akhirnya takdir mengantarkan mereka pada kehidupan baru. Solafsiana merupakan gadis yang tangguh dan pantang menyerah dalam mengubah nasib. Sementara Mak Pinah adalah simbol kebijakan yang selalu menasehati anak-anaknya tentang membuang dendam dan berpikir positif tentang apa saja nasib kepahitan hidup yang menimpa mereka.

Kebangkitan Solasfiana dan keluarganya dari keadaan terpuruk dan kepahitan hidup bertubi-tubi dikisahkan dengan perpaduan unsur kisah mitos, eksotisme dan religiusitas tanah Palembang. Dalam satu adegan dalam novelnya, saat warga kampung ramai mendatangi rumah Mak Pinah, Solasfiana merasa sangat malu berdosa saat tak sempat menutup tubuhnya dengan pakaian yang diharuskan agamanya. Padahal kebanyakan warga yang menerobos paksa masuk ke rumahnya adalah laki-laki dewasa.

Selain intrik fitnah tentang santet dan perjuangan hidup bangkit dari masa-masa sulit, dalam novel ini juga dihangatkan dengan romansa manis remaja. Tentang Solasfiana dan Sofyan, hubungan ala anak remaja yang hanya seputar berboncengan sepeda kuno dan juga belajar bersama saat akan mengikuti kompetisi cerdas cermat. Sederhana, santun namun penuturannya tetap terasa manis. Solasfiana harus terpisah dengan Sofyan ketika keluarganya diusir dari kampung.

Direkomendasikan bagi penikmat novel yang tak sekedar berisikan romansa tanpa makna, juga pembelajar kehidupan yang ingin mengambil hikmah tentang cara bangkit dari keterpurukan. Sementara itu kelanjutan hubungan Sofyan dan Solasfiana hanya dapat diketahui dengan membaca lengkap seluruh rangkaian kata dalam novel ini.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari bersilaturrahmi dan berbagi informasi dengan meninggalkan komentar disini. Kami lebih menyukai komentar yang santun dan sesuai dengan konten isi postingan yaaa.. ^^